oleh M Rizal Fadillah*
10 Agustus 2023 diagendakan aksi buruh besar-besaran di Jakarta dengan agenda kepung istana. Isu utama konsisten dengan desakan pencabutan Omni bus law UU Cipta Kerja. Aturan yang dinilai gagal menciptakan lapangan kerja ini selain hanya menambah pendapatan pemilik modal atau pemberi kerja juga tidak menambah kesejahteraan buruh. Inilah yang menjadi alasan adanya aksi berulang.
Hari rabu, 26 Juli 2023 dilakukan aksi buruh di Patung Kuda dekat Istana. Sekitar seribu buruh berunjuk rasa baik dari unsur Partai Buruh maupun dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Tiga tuntutan yaitu cabut UU Cipta Kerja, kenaikan upah minimal 15% dan cabut UU Kesehatan.
Namun agenda 10 Agustus 2023 sepertinya akan lebih marak. Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) telah berkumpul di Lebak Banten dan mencanangkan rencana aksi dengan mengeluarkan “Resolusi Maja”. Meski tuntutan utama tetap agar UU Cipta Kerja dicabut, namun resolusi perpanjangan tuntutan dengan desakan pencabutan, UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan serat UU Kesehatan.
Tuntutan ini berkaitan perlunya ada kepastian akan jaminan sosial bagi pekerja sepanjang hayat (job security, income security dan social security). Perjuangan kaum buruh yang akan diikuti oleh tenaga kesehatan itu menjadi fenomena baru aksi. Tenaga kesehatan sendiri telah berulang kali berdemonstrasi. Akan tetapi tidak ada respons dari Pemerintah.
Berbagai aksi dan tuntutan nampaknya sulit untuk dikabulkan. Hal ini karena rezim Jokowi menganut asas politik “buta dan tuli”. Tidak mau melihat dan mendengar atau peduli dengan apa yang dirasakan dan diteriakkan oleh rakyatnya. Berputar-putar pada kemauan dan kepentingan lingkaran sendiri saja. Putusan hukum pun dapat diabaikan atau direkayasa pada tataran pelaksanaan.
Agar ada perhatian serius dan agar tuntutan aksi dapat dikabulkan nampaknya harus disertai dengan tekanan berupa ancaman atau ultimatum. Dua hal yang bagus untuk dijadikan ultimatum yaitu mogok dan cabut mandat rakyat atau makzulkan Jokowi. Sebagai hak konstitusional mogok adalah senjata efektif dan “pukulan” yang mematikan. Begitu juga dengan desakan pemunduran Jokowi. Aksi jutaan buruh tentu sangat berpengaruh.
Tuntutan atau ultimatum menjadi relevan berhubungan dengan apa yang menjadi perluasan resolusi dengan ajakan kepada masyarakat untuk turut berjuang membantu suksesnya harapan buruh.
Butir tiga resolusi menegaskan :
“Memaksimalkan kerja perluasan jaringan dan memobilisasi massa dengan membangun, mempererat dan memperluas aliansi dengan berbagai organisasi dari seluruh sektor dan golongan rakyat (pemuda, mahasiswa, pelajar, petani, nelayan, ojol, perempuan, masyarakat adat, kaum miskin kota, para akademisi, ahli hukum dan lain sebagainya) untuk memenangkan tuntutan dan perjuangan kaum buruh dan rakyat Indonesia”.
Tentu tujuan utama aksi adalah pencabutan tiga UU yang merugikan buruh, telanjang dan rakyat Indonesia akan tetapi akan efektif jika aksi mengultimatum akan menggunakan hak buruh untuk mogok dan hak rakyat untuk meminta pemakzulan Presiden.
UU ketiga bisa dievaluasi bahkan dicabut jika Presiden Jokowi secepatnya turun.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan Bandung, 27 Juli 2023
Discussion about this post