by M Rizal Fadillah*
BERULANG aksi unjuk rasa buruh dan dokter untuk menentang omnibus law tenaga kerja dan kesehatan. Meski unjuk rasa adalah hal biasa akan tetapi jika berulang menjadi luar biasa, apalagi ternyata kini dilakukan oleh para dokter. Jarang bahkan mungkin baru di rezim ini ada unjuk rasa para dokter yang menentang undang-undang. Sinyal bahwa situasi semakin parah.
Benar bahwa buruh dan dokter hanya sebagian dari elemen rakyat, tetapi itu kulminasi dari kekecewaan rakyat pada kebijakan pemerintahan Jokowi. Sebelumnya sudah sering aksi unjuk rasa dilakukan oleh para mahasiswa, aktivis keagamaan dan emak-emak.
Jokowi dirasakan mulai menjadi musuh rakyat.
Di samping gaya politik banyak janji atau kata yang tidak terbukti sejak mobil esemka, tidak impor pangan, daftar ribuan trilyun di kantong, puluhan ribu Puskesmas, revisi UU ITE, penguatan KPK hingga Kereta Cepat tanpa dana APBN, maka faktor yang membuat rentannya Jokowi untuk menjadi musuh rakyat antara lain :
Pertama, memaksakan UU yang berbasis Omnibus Law baik tenaga kerja maupun RUU Kesehatan yang tidak berpihak pada profesi dan kepentingan rakyat. Lebih memperkuat posisi pemilik modal dan asing. Perlindungan hukum yang lemah bagi pekerja dan nakes.
Kedua, KKN yang dahsyat di tengah kehidupan rakyat yang semakin terjepit dan harga kebutuhan pokok yang melambung. Penuntasan kasus korupsi tidak konsisten, pilih-pilih, dan tidak berefek jera. KPK yang terkendali dan terkendala. Pemborosan uang negara dan gaya hidup mewah.
Ketiga, pejabat publik hilang rasa malu. Presiden yang terang-terangan cawe-cawe bermain politik demi kepentingan kekuasaan, menghabisi lawan politik dengan memperalat hukum, serta para pejabat yang rangkap jabatan dalam tampilan politik tamak atau serakah (political chinchy).
Keempat, jauh dari karakter negarawan tetapi menjadi pebisnis bahkan tukang jual proyek. Bagaimana IKN sudah “diobral” dengan hak tanah hingga 160 tahun, buka pintu warga singapura lompat kapal untuk membeli ruang pemukiman dan bisnis, serta aset negara baik bandara maupun jalan tol yang dijual-jual.
Kelima, mengubah demokrasi menjadi oligarkhi. Kedaulatan rakyat digerus dan dihabisi. Oligarki bisnis yang menguasai negeri berkolaborasi dengan oligarki politik. Termasuk peran berlebihan partai politik. Konsepsi dan kebijakan ”democratic policing” mendukung proses penggerusan demokrasi.
Atas dasar itu maka wajar jika rakyat melihat Jokowi sebagai pemimpin negara yang tidak bersahabat pada rakyat. Rakyat pun wajar pula untuk tidak peduli dan tidak bersahabat pula kepada Jokowi. Sederhananya Jokowi menjadi musuh rakyat.
Prediksi ke depan akan semakin keras teriakan agar Jokowi mundur dari jabatan sebagai Presiden atau masif gelombang desakan kepada DPR dan MPR untuk memproses pemakzulan Presiden. Terlalu lama rakyat tidak dihargai akan hak-hak dan kepemilikan atas kedaulatannya. Konstitusi yang diabaikan, bahkan diinjak-injak.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 8 Juni 2023
Discussion about this post