OPINI | Kritikan banyak orang kepada Presiden Jokowi yang terang-terangan akan ikut campur menentukan dan memperjuangkan kemenangan Capres tertentu tidak diindahkan. Sekurangnya dibiarkan. Populer dengan sebutan cawe-cawe. Sikap tidak akan netral itu dilakukan demi bangsa dan negara. Dalihnya.
Presiden itu “memiliki segalanya” karena kekuatan itu ada padanya. Mungkin, menurutnya ‘negara adalah aku’. Memimpin dan mengendalikan Kabinet. Tentara dan Polisi dibawah koordinasi. Atas nama mengatur mengatur Partai Politik. Begitu juga dengan mesin uang yang dapat diputar dan terus menghasilkan walaupun harus dengan berutang.
Memang ada pengawasan tetapi praktiknya dapat diredam dan disandera. Para pengawas yang tidak dapat melakukan apa-apa. Kondisi politik negeri saat ini memang bernuansa sandera menyandera. Jokowi banyak menyandera dan tentu saja Jokowi pun tersandera. Hukum, uang, dan jabatan menjadi alat untuk sandera itu.
Dengan segala yang dimiliki maka Presiden merasa siap untuk bercawe-cawe. Disorot sebagai intervensi tidak menjadi masalah. Tuduhan menghalalkan segala cara, masa bodoh. Baginya siapa pengganti Presiden yang menentukan hidup atau mati, kebebasan atau jeruji besi. Artinya masih menjadi pertanyaan apakah esok Jokowi masih berbaju putih atau berjaket oranye.
Cawe-cawe itu wujud dari Presiden yang lupa diri, bingung sendiri atau ketakutan setengah mati. Sementara masa kekuatan terus membatasi. Di tengah solusi yang pasti belum ada yang bisa menjamin keamanan untuk nanti. Kepanikan itu yang membuat kalimat akan cawe-cawe dan tidak netral dalam pilihan Presiden nanti.
Presiden yang cawe-cawe sama saja dengan seorang yang melangkah untuk melakukan hara kiri, bunuh diri demi alasan dewa matahari. Demi bangsa dan negara.
Ketika Jokowi tidak menyembah matahari, maka cawe-cawe hanya bunuh diri atau mateni dewe. Tanpa alasan yang benar selain hanya untuk menyelamatkan diri.
Sebelumnya Jokowi menyatakan tidak akan cawe-cawe Capres 2024, tapi tiba-tiba terang-terangan akan cawe-cawe untuk Capres. Kata pepatah Jawa ini artinya lapar. “Kowe ngelih banget, po? Nganthi mangan omonganmu dewe”–Kamu lapar banget, sampai makan omonganmu sendiri.
Berbohong itu karakter buruk meskipun sebagai hak. “Ngapusi kui hakmu. Nek kewajibanku yo etok-etok ora ngerti yen mbok apusi” –Berbohong itu hakmu, kewajibanku ya hanya pura-pura tak tahu kau bohongi.
Sebenarnya harus disadari bahwa semangat rakyat untuk mendorong agar Presiden Jokowi segera mundur itu sangat tinggi. Jika cawe-cawe Capres itu dilakukan dan sebagai perbuatan tidak objektif, benar sendiri, tidak adil dan sok kuasa maka itu bisa menjadi momentum untuk memperkuat desakan tersebut. Cawe-cawe adalah bunuh diri.
Semakin nekad dan demonstratif cawe-cawe maka semakin cepat kejatuhan Pak Jokowi. Cawe-cawe itu bunuh diri.
“Cawe-cawe kui mateni dewe, pak kowi”.
oleh M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Bandung, 3 Juni 2023
Discussion about this post